Apakah Ada Stres yang Positif



Apa-kah ada stress yang positif itu? Secara jujur harus diakui bahwa kalau bicaranya soal "rasa", tentu tidak ada, sebab stress rasanya pasti tidak enak; tetapi aspek positif dari stres itu akan kita temukan kalau dilihat dari kegunaannya dan siap-sedia-nya kita dalam menggunakannya.

Dari dua hal inilah timbul penjelasan bahwa stres akan positif apabila:

1. Kadarnya proporsional: Maksudnya, adalah stress tidak terlalu berat dan tidak terlalu ringan.

ya dengan terlalu banyak stres.

2. Adanya sikap yang konstruktif (membangun), yaitu bagaimana sikap kita merespons stress itu. Respons ini biasanya terkait dengan cara melihat stress itu, apakah sebagai tekanan (pressure) yang selalu menghimpit atau sebagai tantangan (challenge), sesuatu yang mendorong kita untuk menjawabnya atau melangkah maju.

Jika melihat stress sebagai tantangan, maka secara fungsi disebutkan bahwa stress tersebut adalah positif buat perkembangan kita. Apabila kita sanggup membuktikan keberhasilan yang kita raih dalam menjawab tantangan tersebut, kita menjadi lebih percaya-diri, mendapatkan pengetahuan tentang kemampuan kita. Orang masih sering tidak percaya diri menghadapi persoalan hidup, bukanlah karena tidak mampu, tetapi lebih sering karena kurang mengetahui kemampuannya secara akurat. Untuk mengetahui secara akurat ini memang caranya adalah dengan melakukan langsung.

3. Adanya proses transformasi yang kita tempuh. Transformasi yang saya maksudkan di sini adalah kemampuan mengubah energi potensial yang semula negatif menjadi energi aktual yang positif. Max More (1993) mengatakan, transformasi adalah sebuah proses yang dapat meningkatkan (Copersonal extropyâ = kapasitas untuk berkembang).

Misa gagal, sehingga timbul stress; Jika kegagalan itu diterima sebagai kegagalan dan dibiarkan ber

1. Tahu dan Sadar (Kontrol). Secara sepintas, ini memang tampak sepele tapi, sebetulnya inilah dimulainya langkah untuk menjadikan stress positif. Tahu artinya kita sudah mengantongi pengetahuan bahwa stress itu dapat digunakan untuk memperbaiki diri, jika mau menggunakannya. Sadar artinya kita benar-benar mengingat bahwa stress itu perlu digunakan untuk memperbaiki diri.



2. Belajarlah membedakan "CUA". Akronim ini saya pinjam dari berbagai penjelasan tentang kepribadian. C adalah Change (berubah), U adalah Unchange (tetap), dan A adalah Avoid (hindari). Dapat dikatakan ini adalah syarat untuk menyikapi datangnya stressor itu secara lebih konstruktif.



3. Tangkaplah sebagai sinyal untuk berubah. Merupakan langkah awal untuk melakukan proses transformasi itu. Jika ingin memperbaiki diri dari munculnya stresaor, maka pertanyaan yang perlu kita munculkan adalah, perubahan positif seperti apakah yang perlu terjadi di dalam diri saya supaya keadaan hidup saya jadi lebih baik?

Menurut teori kompetensi, langkah di atas merupakan elemen dasar untuk mengajarkan / meningkatkan kompetensi orang dewasa (Competence At Work, 1993), biasanya disebut dengan istilah Self-Directed Change Theory(SDCT). Teori ini mengajarkan tentang bagaimana kita bisa mengubah diri ke arah yang lebih baik dari kenyataan hidup yang kurang mendukung (katakanlah semacam stress).

Menurut teori itu (SDCT), orang dewasa akan berubah jika berada dalam kondisi:

Merasa tidak puas dengan kondisi aktual yang dihadapi (actual)

Punya gambaran yang jelas tentang kondisi ideal yang ingin diraih (ideal)

Punya konsep yang jelas tentang apa yang akan dilakukan untuk bergerak dari kondisi aktual menuju kondisi ideal (Action Step)

u sumber stressor.

Karena itu, banyak ide dari para pakar di bidang karir yang menyatakan bahwa syarat kemajuan karir itu adalah resilience (ketangguhan). Rutter (1987) mendifinisikan resilience ini sebagai sebuah kutub positif dari perbedaan individu dalam meresponi stress atau penderitaan. Ini berarti bahwa menjadi orang yang resilient atau tidak, adalah murni pilihan kita, bukan bawaan. Siapapun dan apapun latar belakang kita, sama-sama punya kesempatan yang sama untuk menjadi orang yang resilient asalkan mau belajar.

FOX (1995) menyebutkan bahwa ciri-ciri umum orang yang resilient adalah orang yang :

Memilih keputusan untuk melangkah maju. Mereka menghindari keputusan untuk berhenti atau mundur (stepping forward).

Mempunyai kemampuan dalam menyerap pelajaran positif di balik kekacauan (learning from chaos)

Mempunyai kemampuan dalam men-seleksi materi yang ditekuninya (selective learner).

Berpikir dalam konteks peluang, kemampuan, kemungkinan dan menjauhi pikiran tentang keterbatasan, kekurangan, atau ketidak-mampuan (opportunity and possibility approach)

Mempunyai dorongan untuk menghasilkan perbedaan yang unik (creative people).

Memunculkan banyak alternatif dan opsi untuk supaya tiba pada sasaran-nya (explorer people)

Mempunyai keyakinan yang kuat bahwa dirinya mampu untuk mewujudkan apa yang diinginkan (the "I can" mental attitude)

Penjelasan di atas dapat dijadikan salah satu acuan dalam praktek sehari-hari. Ada ungkapan Abraham Moses yang penting untuk diingat bahwa: "Anda harus mempersiapkan diri dalam dunia kerja yang terus berubah. Satu-satunya yang dapat anda andalkan adalah keahlian, fleksibilitas, dan kapasitas dalam beradaptasi dengan perubahan".

Mudah-mudahan ungkapanini bisa di-implementasikan dalam hidup kita.

Semoga Bermanfaat.


Belajar “Matematika Sedekah dari Ustadz Yusuf Mansur


Di usianya yang tergolong muda, kelahiran 19 Desember 1976, jadi usianya baru 30 tahun-an pada 2007 ini, sosok Ustad ini memang layak untuk dipanggil Ustad atau Guru dalam ilmu Islam. Ya, inilah Ustad Yusuf Mansur, masih muda usia, tetapi "pamor" dirinya sudah menasional, bahkan mungkin sudah "go international" .

Saya memang baru mengenal dia, pada saat ikut ke dalam kelompok atau majelis taklim binaannya. Dan, di Surabaya katanya baru pertama kali digelar majelis taklim binaannya ini. Dan, beruntung saya bisa ikut hadir di sana. Pada saat itu, Ustad Yusuf Mansur memberikan uraian menarik mengenai "Shodaqoh" atau "Sedekah".

Meskipun saya sudah tahu mengenai Keagungan Al-Qur'an, yang memberikan gambaran kepada kita, bahwa dengan sedekah ini, kita bisa memperoleh ampunan Allah, menghapus dosa, dan menutup kesalahan serta keburukan. Sedekah bisa mendatangkan ridha Allah, juga bisa mendatangkan kasih sayang dan bantuan Allah. Tetapi, dengan penjelasan tentang sedekah ini, oleh Ustad Yusuf Mansur; benar-benar semakin membuka "mata-hati" saya, bahwa selama ini ternyata saya telah rugi besar, berkaitan dengan sedekah ini.

Ustad Yusuf Mansur memberikan ilustrasi yang sangat mudah dan "gamblang", bagaimana sebenarnya dan sebaiknya sistem sedekah ini bekerja. Ini sungguh luar biasa prima. Dengan tetap bergaya "anak muda", maka ustad ini menunjukkan sekaligus mengingatkan ke setiap orang yang hadir, bahwa Allah sendiri telah menjanjikan, jika manusia mau bersedekah, maka Allah pasti akan menggantinya dengan jumlah minimal 10 (sepuluh) kali lipat. Dan, ini ada dasar hukumnya, yaitu tertulis di dalam Al-Qur'an Surat: 6, Ayat: 160, dimana Allah menjanjikan balasan 10 x lipat bagi mereka yang mau berbuat baik. Bahkan di dalam Al-Qur'an Surat: 2, Ayat: 261, Allah menjanjikan balasan sampai 700 x lipat.

Menurut ustad muda ini, dengan berpedoman pada Al-Qur'an tersebut, maka kita bisa membuat "hitung-hitungan" matematika, yang disebutnya sebagai MATEMATIKA DASAR SEDEKAH. Nah, inilah yang luar biasa prima itu. Matematika sedekah ini, sungguh sangat berbeda dengan ilmu matematika yang dulu pernah kita pelajari di sekolah...benar- benar berbeda.

Dia memberikan ilustrasinya sebagai berikut:

10 - 1 = 9 ... ini ilmu matematika yang biasa kita terima di sekolah dulu.

Tetapi ilmu Matematika Sedekah adalah sebagai berikut:

10 - 1 = 19 ... ini menggunakan dasar, bahwa Allah membalas 10 x lipat pemberian kita.

Sehingga kalau dilanjutkan, maka akan ketemu ilustrasi seperti berikut ini:

10 - 2 = 28

10 - 3 = 37

10 - 4 = 46

10 - 5 = 55

10 - 6 = 64

10 - 7 = 73

10 - 8 = 82

10 - 9 = 91

10 - 10 = 100

Nah, sungguh menarik bukan? Lihatlah hasil akhirnya. Kita tinggal mengalikan dengan angka 10, berapa pun yang kita sedekah kan atau kita berikan dengan ikhlas kepada orang lain yang membutuhkan bantuan kita. Dan, kita pakai acuan balasan dari Allah yang minimal saja, yaitu 10 x lipat, bukan yang 700 x lipat. Intinya: Semakin banyak bersedekah, maka pasti semakin banyak penggantiannya dari Allah SWT.

Tinggal kita yang mau membuka mata, bahwa pengembalian dari Allah itu bentuknya apa? Bukalah "mata hati" kita, selalu lah berpikir positif kepada Allah. Bukankah Allah berfirman, "Aku adalah sebagaimana yang diprasangkakan hamba-Ku kepada-Ku". Oleh karena itu, selalu lah berprasangka baik kepada Allah, maka Allah akan serta merta menunjukkan KeMaha Kebaikan-Nya kepada kita. Allah pasti membalas kebaikan kita dengan balasan yang PAS, yang setimpal dengan amal perbuatan kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tausiyah Ustadz Yusuf Mansur

Ayat-ayat Cinta